Selasa, 05 Januari 2010

Sampah dan Kita

Orang-orang di negara maju membuang banyak sekali sampah. Misalnya menurut majalah Sedarlah terbitan 22 Agustus 2002 di Amerika Serikat penduduk New York City saja diperkirakan menghasilkan sampah yang cukup setiap tahunnya menimbun Cental Park yang luasnya 341 hektar dikota itu hingga sedalam 4 meter. Namun hal ini tidak berarti negara-negara berkembang kebal terhadap masalah kelebihan sampah. Kini, baik di negara belahan manapun sebagian besar dari kita mau tidak mau adalah bagian dari masyaakat yang gemar membuang.

Semakin banyak orang, dipastikan semakin banyak sampah. Memang, setiap orang pastilah punya barang yang harus dibuang. Namun, saat ini makanan dan barang yang dikalengkan dan dikemas lebih banyak ditemukan, sehingga sampah kemasan sekali pakai ada dimana-mana. Sebagai contoh, kini jika kita pergi ke sebuah took dan mengambil barang yang sudah dikemas lalu pulang dengan kantong kertas atau plastic yang disediakan toko tersebut. Memang banyak orang bergantung dengan produk seperti ini karena lebih higienis, kemasan demikian menyumbang kesehatan yang lebih baik, setidaknya secara tidak langsung. Namun meskipun adanya berbagai keuntungan tersebut, kita tetap perlu waswas karena jika diamati tampaknya sudah keterlaluan. Solusi yang dirancang untuk mengatasi masalah menumpuknya sampah tidak banyak berpengaruh.

Hal itu bukan berarti tidak ada solusi. Banyak produk sekarang dirancang untuk dibuang. Barang-barang itu mungkin sulit diperbaiki – hal yang harus diingat sewaktu membeli barang. Namun ada barang-barang yang memungkinkan utk didaur ulang. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyortir sampah yang dimiliki ke dalam berbagai kategori yang berbeda. Hal ini banyak ditetapkan sebagai peraturan di beberapa negeri. Sayangnya dinegara kita masih sulit diterapkan. Hanya sedikit orang yang sadar akan kepentingan menjaga lingkungan dan ketegasan pemerintah tidak tercermin. Tidak ada pengetahuan tambahan bagi orang awam yang mungkin belum tahu benar jenis kategori sampah mana yang perlu disortir. Mengingat hal ini tidak perlu dimulai dari orang lain. Segala sesuatu dapat kita mulai dari diri sendiri untuk menjaga lestarinya bumi.

Sahabat

Setiap orang butuh teman sebagai tempat berbagi, baik itu suka maupun duka. Kebutuhan memiliki teman tidak dibatasi oleh usia dan golongan tertentu, tua maupun muda, siapa pun butuh teman. Ada orang-orang yang mudah berteman dan tak sedikit yang memiliki teman karib atau bisa disebeut seorang sahabat. Menyenangkan rasanya berbagi bersama, tertawa bersama, bahkan menangis bersama.

            Namun bagaimana jika masalah mulai timbul? Hari ini tak terpisahkan, besoknya bisa jadi tidak saling menyapa. Ada banyak hal yang bisa menjadi sumber masalah pertemanan. Kita perlu sadar bahwa setiap orang berbuat salah. Jadi, cepat atau lambat seorang sahabat akan melakukan atau mengatakan sesuatu yang menyakiti kita. Dan kalau kita mau jujur, bisa jadi kita pun pernah menyakti orang lain. Timbulnya masalah bukan berarti menunjukkan bahwa tidak ada kecocokan.

            Ketika muncul masalah bukan berarti langsung mengakhiri hubungan tapi justru perlu diperbaiki. Penyelesaiannya banyak bergantung memang pada oenyebabnya dan sebareapa besarnya persahabatan itu bagi kita secara pribadi. Misalnya, mungkin ada kalanya teman berbicara kasar, ketimbang kita langsung membalasnya dan cepat-cepat mengambil kesimpulan untuk mengakhirinya. Lebih baik bertanya apakah itu dilakukan dengan sengaja? Dan kita juga perlu memeriksa diri apakah kita justru memiliki andil sehingga teman kita bersikap seperti itu.

            Adakalanya kita perlu berbicara bersama. Yang harus diingat adalah tujuan berbicara yaituuntuk menyelesaikan dan memulihkan persahabatan, bukan mencari kesalahan. Bicara dengan hati yang tulus menjadi dasar kuat.

            Dalam sahabat terkarib pun bisa sesekali terjadi ketegangan. Jika terjadi, perbaiki keretakan yang ada, dal itu dibutuhkan kerelaan yang menghasilkan suatu hubungan menyenangkan.

Gunung Gede Halimun

Sore itu aku dan keluarga dikunjungi oleh keluarga om Agus dan keluarga om Darman yang notabene adalah temen-teman ayah aku. Hari itu tiba-tiba kami diajak berekreasi tanpa aku tahu akan diajak kemana,mereka bilang kejutan. Sempat terpikir oleh aku kita akan menghabiskan waktu di villa atau puncak atau tempat sejenisnyalah. Namun, pikiran itu salah setelah wilayah tersebut dilewati. Tanpa aku tahu mau kemana dan jalan apa yang dilewati sampailah pada suatu tempat yang dingin sekali sampai aku dan yang lainnya mengeluarkan asap ketika kami berbicara.

Om Agus memang pecinta travel, ia sangat senang mengunjungi tempa-tempat wisata dan tempat yang ia pilih selalu menarik. Malam itu ia menyewa satu rumah, entah disebut apa namanya mungkin pemondokan hanya tak terlalu layak mungkin hanya ada satu tempat itu. Disana tidak ada fasilitas untuk kami menghangatkan badan namun cukup aman untuk kami beristirahat. Semakin bertambahnya waktu semakin dingin, sangat tajam terasa dikulit. Saat itu Gatis, Eja dan Yosia sangat tak nyaman mereka adalah anak-anak dari om Ginting. Khususnya Eja ia sangat rentan sekali terhadap penyakit tapi untunglah saat itu tidak ada yang parah.

Waktu menunjukan pukul 12 malam aku dan teman aku yaitu, Yani dan Nina melihat keluar taman. Indahnya langit aku pandangi bintang saat itu terlihat jelas sambil duduk berayun-ayun. “Wah susananya romantis yah..” ucap yani sambil tersenyum. Tak terasa waktu menunjukan pukul 04 dini hari, suara om Agus berteriak dari kejauhan ”Anak-anak ayo kita pergi…!”. Kami bergegas pergi namun tidak semuanya ikut mamaku, tante Tuti istri om Agus, dan tante Marni istri dari om Darman memilih tinggal dirumah pemondokan tersebut, dengan keibuan mereka menjaga para balita.

Kami pergi menggunakan mobil, jalan begitu terjal sampai akhirnya berhenti didekat sebuah gubuk. Aku dan yang lainnya turun dan ternyata ini adalah puncak kebun teh aku melihat benda-benda langit sangat jelas. Dan yang sungguh sangat menarik adalah munculnya sang fajar yang begitu mempesona, aku sangat takjub. Fajar semakin terang dan semua semakin terlihat jelas akhirnya aku tau dimana aku sedang berada di Gunug Gede Halimun, Sukabumi.

Kami beserta yang lain memutuskan turun dan menjemput ibu-ibu beserta anak-anak yang berada dipemondokan untuk ikut bersama kami ke air terjun. Jarak yang kami tempuh cukup jauh dan melelahkan, kami harus berjalan 3 km untuk sampai ke tempat tersebut dan begitu pula untuk kembali pulang.

Selama perjalanan Gatis sangat menikmati indahnya alam, ia sangat menanti-nantikan indahnya air terjun. Berbeda dengan Eja, sesekali ia bertanya ”pah…kapan sampainya sih pah?” dan om Ginting menjawab ”sabar ya nak kita sebentar lagi sampai ko”. Tiba-tiba eja menyanyi  “perjalanan ini terasa sangat meletihkan…”. Serentak kami pun tertawa lepas. “Wah eja..ternyta kamu tau lagu ebit G.Ade toh…hahahhaha” seru om Agus. Lain cerita dengan Yosia yang hanya tidur selama perjalanan.

Aku pribadi sangat senang dengan perjalanan ini setapak demi setapak dilalui bersama keluarga dan rekan, melihat indahnya ciptaan Tuhan yang indah, sering terdengar suara kicauan burung-burung. Semakin dilalui tanjakan-tanjakan tinggi tenaga kami berkurang kami mulai mengeluh dengan perjalanan ini. Jalan yang kami lewati makin tidak bersahabat, berbatuan dan curam dan tiba-tiba ”aduh…pah…!” terdengar suara merintih itu, ternyata tante Tuti terpeleset dan jatuh walau tak parah namun cukup sulit dan sakit.

Saat itu kami sempat bingung apa yang harus kami lakukan entah barapa lama lagi kami sampai, tapi untuk kembalipun tak memungkinkan kami. Bayangkan tante Tuti harus mendapat bantuan dari om Agus dan Nina sebagai suami dan anaknya, mereka mencoba untuk memapahnya.

Seraya kami berjalan tiba-tiba suara tante Marni menjerit, seketika hati aku berkata ”ya Allah..ada apalagi ini”. Ternyata tante Marni melihat ada lintah menempel di celana suaminya yang padahal om Darman saat itu sedang menggendong Yosia. Tampak wajah khawatir dan panik di wajah masing-masing. Untung saja cepat kami atasi.

Semakin berjalan aku mendengar suara air menggemuruh, semakin lama semakin kuat dan semakin kuat juga derap langkah kami tak lama kemudian “Akhirnya tiba juga !!!” seru Nina. Aku, Nina dan Yani bergegas mengganti pakaian. ”wow..dinginnya” kata Yani. Ya air terjun dihadapan kami, indah, sejuk dan menyegarkan. Melihatnya bagaikan oase bagi kami.

Seketika terlupa segala kesulitan yang kami dapatkan selama perjalanan namun tiba-tiba terdengar lagi jeritan ”mama…..!!!!!!!!” kini suara itu terlontar dari Eja ternyata ia tak kuat menahan dinginnya air terjun dan ia terpeleset. Saat itu keadaan sedikit membingungkan namun kerjasama keluarga kami, semua itu dapat diatasi.

Karena sudah cukup sore oleh penjaga tempat tersebut menyarankan agar kami cepat pergi dari tempat air terjun tersebut “Bapak-bapak dan Ibu-ibu harap segera meninggalkan tempat ini karena kalau tidak akan ada binatang buas yang keluar” komando sang penjaga.

Saat itu juga kami segera berkemas dan meninggalkan tempat itu,dan kembali menyusuri jalan yang curam dan terjal. Kami pulang dengan penuh lelah dan sukacita telah menikmati ciptaan tuhan yang mempesona bersama keluarga dan rekan. Ini menjadi pengalaman pribadi yang paling mengasyikan bagi aku sendiri.

Resensi Novel

                                          CINTA TULUS SEORANG UPIK

Jadwal Buku : Sepolos Cinta Dini

Pengarang    : Mira W

Penerbit      : Gramedia, September 2002

Tebal Buku   : 160 Halaman; 18cm

Harga Buku   : Rp 25.000


Mira W adalah seorang pengarang novel yang terkenal di Indonesia. Disamping itu beliau adalah seorang dokter dan seorang staf pengajar di perguruan tinggi Jakarta. Dua puluh sembilan tahun silam tepatnya pada tahun 1975 beliau memulai karierya sebagai penulis cerpen. Pada tahun kedua (1977) cerpen-cerpen yang telah ditulisnya mulai dimuat di majalah-majalah. Hingga sampailah pada awal dikeluarkannya novel pertamanya yang berjudul “Dokter Nona Friska”, kemudian pada tahub 1981 diluncurkan dalam bentuk film. Karyanya yang kedua dikeluarkan pada tahun 1978 dengan buku yang berjudul “Sepolos Cinta Dini”. Dalam tahum-tahun berikutnya ia terus berkarya dan karyanya pun banyak difilmkan sampai saat ini.

Dalam karyanya yang terdapat pada novel “Sepolos Cinta Dini” ini, dimana pengarang menceritakan ketulusan dan kepolosan cinta yang dimiliki seorang gadis sederhana yang bernama Dini yang menyukai pria bernama lengkap Aries Andika atau lebih dikenal dengan panggilan Boy. Mengapa ia mendapatkan julukkan Boy? Panggilan tersebut setingkat dengan talenta yang dimilikinya karena ia adalah pria yang top, kaya, tampan dan digandrungi para teman-teman gadisnya, sehingga tidak salah jika teman-teman pria di Universitas Kedokteran tersebut memberi julukkan Boy yang asal katanya ‘crossboy’ atau ‘playboy’. Kenapa tidak, didalam buku ini dipaparkan bahwa Boy memiliki hubungan dengan empat wanita sekaligus, salah satunya Dini. Lalu gadis-gadis lain? Ya! Memang jauh lebih baik dari Dini contoh saja Nuning, iaseorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi(FKG) yang cantik, agresif, termasuk gadis popular di kampusnya. Adapula gadis incaran Boy yang  lain yaitu Atiek, ia adalah gadis yang manis, lemah lembut, dan perasa. Dan tak ketinggalan Dewi pacar lamanya atau yang dapat dikatakan dialah cinta pertama Boy, seorang gadis yang cantik jelita, ambisius, cerdas, bintang film yang sukses, dan gadis yang pernah meninggalkan Boy.

Pertemuan Boy dan Dini dimulai ketika Boy pulang bersama pacarnya Nuning, karena hujan yang begitu deras mereka hendak berteduh, satu-satunya tempat yang tepat ialah halte bis yang sayangnya cukup gelap dan cukup rawan dari penodong. Dalam kegelapan malan dan hanya diterangi lampu jalan yang redup disudut tempat yang tak luas itu Boy melihat gadis lugu, muda, dan cantik, walaupun wajahnya yang polo situ tak teroles make-up seperti teman-teman kampusnya. Ketika firasat yang tak enak telah dirasakan Boy sejak tadi benar-benar terjadi, ia mencoba menolong gadis itu dari cengkraman pria-pria yang telah memiliki tingkah tak baik, mereka mencoba merampah satu-satunya barang yang dibawa oleh sang gadis. Walaupun akhirnya Boy terluka ia tetap berniat baik untuk mengantarkan gadis itu pulang. Namun setelah ditanya dimana rumahnya gadis itu hanya mengatakan jauh, ya.. ternyata memang benar ia berdomisili di Sumedang – Jawa Barat. Karena kasihan dan penasaran terhadap sang gadis Boy membawanya pulang walaupun sebelumnya ia harus berupaya membujuknya.

Setelah sampai dirumah Boy tahu ia benama Dini, ia datang ke Jakarta hendak mencari kakak dan pamannya karena setelah bapaknya masuk penjara beberapa tahun kemudian ibunya meninggal dan ia tinggal bersama neneknya, kini neneknya pun sudah menginggal. Dan ternyata sesampainya di Jakarta kakak dan pamannya telah pindah rumah, karena sebegitu malangnya gadis ini, Boy lebih suka memanggilnya Upik. Upik mulai bekerja dirumah Boy bersama Mang Ujang dan Bi Iyem. Selama Dini tinggal dirumah, Boy selalu pulang cepat, ia juga lebih sering makan dirumah ketimbang dahulu.

Saat dihadapkan dengan masalah ayahanda karena tidak lulus ujian dan Dini sudag tak bersamanya apalagi wanita yang dicintainya yaitu Dewi yang telah kembali dari luar negeri sekali lagi meninggalkannya karena alasan sebuah cita-cita belaka. Boy putus asa ia mencoba menelan pil penenang, namun sebelum meminum pik-pil  penenang ia teringan akan ucapan Dini bahwa sebenarnya Boy tak lebih dari orang bodoh, penakut dan tak memiliki apa-apa kecuali kesombongannya. Akhirnya Noy memutuskan meminta maaf kepada bapaknya dan berupaya memperbaiki sikapnya, disamping itu ia mulai merasakan bahwa ia membutuhkan orang yang selama ini mengerti dirinya, selalu ada baik disaat susah maupun senang. Ya.. ia membutuhkan Upik. Ia juga teringat saat Boy hendak mencium Dini, ia merasakan bahwa Dini benar-benar berbeda dengan gadis-gadis dikampusnya yang dengan sukarela melakukan hal itu apalagi pada pria setampan Boy, namun perlakuan berbeda diterimanya, karena Dini menampar pipinya. Upik terus mempertahankan kemurniannya. Dia benar-benar upik yang polos, yang memiliki kecantikan alamiah yang berasal dari tubuh batiniahnya.Boy pun mulai menyadari bahwa ia menyayangi Dini, Boy berupaya segera menemui Dini. Ternyata sesampainya disana Dini hendak bersiap pergi kembali ke kampong halamannya karena ia telah menemukan kakak dan pamannya, disamping itu ayahnya yang dipenjarakan karena ketidakadilan sudah dibebaskan. Boy segera mengejar Dini, ia berlari sekuat mungkin hingga menabrak Dini samapi terjatuh ke sebuah kolam ikan, dan ternyata gadis mungil itu tidak bisa berenang Boy mencoba menggapainya dalam air. Dan Boy melamar DIni, “MAukah kau kawin denganku?” (hal.159), dan Dini menerima lamaran pria yang sebenarnya selama ini ia sayangi, walaupun dalam keadaan terengah-engah karena ia sudah hamper tenggelam dan basah kuyup.

Didalam karya sastra yang berjudul “Sepolos Cinta Dini” ini pengarang menggunakan alur yang bervariasi, walaupun begitu gaya bahasa yang dipergunakan adalah bahasa yang dapat mudah dimengerti oleh pembaca, dan ini adalah unsur menarik karena setiap pengarang akan memberikan gaya bahasa yang berbeda-beda pada setiap hasil karyanya, sebagai cirri khas dari pengarang masing-masing. Didalam novel ini juga kita akan temukan beberapa kata yang masih menggunakan bahasa kurang baku, jelas saja karena buku ini adalah cetakkan kesepuluh dan itu berarti buku ini telah dibuat cukup lama dan benar-benar mencapai hati para pembaca sehingga buku ini diminati oleh masyarakat.

Lewat karya ini sang pengarang memberikan amanat dimana sebagai seorang wanita ridak selalu harus mengutamakan kecantikan lahiriah tetapi menguatamakan batiniah, karena dari sikap, tindakan dan tutur kata kita sesorang dapat menyukai atau justru membenci diri kita. Dan jika dilihat dari unsure moral hal ini juga dapat menjadi pelajaran bahwa kita perlu menjaga kemurnian fisik maupun hati.

Saya rasa cerita ini menarik dan memiliki makna-makna yang dapat kita ambil sebagai nilai positif bagi kehidupan, maka sangat sayang jika ditinggalkan dan kami rasa tidak keliru jika Anda memiliki buku ini.