Rabu, 02 Juni 2010

Luka di Dahi

Pagi itu seorang wanita sedang merintih kesakitan karena bayi yang sedang dikandungnya sudah memberi tanda-tanda akan lahir. Para petugas bidan pun berupaya membantu semaksimal mungkin. Namun seraya waktu berlalu kelahiran bayi yang dinantikan belum keluar juga.

Hari sudah mulai petang, sejak bayi tak ada kemajuan yang berarti. Air ketuban sang ibu sudah pecah dan sudah mulai habis, hal ini akan membahayakan sang ibu dan sang bayi. Pihak bidan mengatakan perlu dilakukan penangan segera dan karena keterbatasan alat, sang ibu harus dibawa ke rumah sakit besar. Sang calon ayah segera memutuskan untuk mencari rumah sakit bersalin terbaik dan terlengkap di Jakarta.

Sesampainya dirumah sakit, Dokter segera menangani. Melihat keadaan sang ibu yang sudah tidak berdaya, dokter berkata bahwa perlu ditransfusi jika tidak, maka tidak mungkin anak dan ibu bisa diselamatkan. Kalau pun keduanya bisa selamat, kemungkinan besar anak tersebut akan mengalami cacat mental. Sang ayah harus memilih salah satu. Dapatkah anda membayangkan bagaimana perasaan sang ayah tersebut?

Karena alasan prinsip yang tercatat jelas di Kitab Suci dan pengetahuan yang dimilikinya maka sang ayah berkata kepada dokter agar tidak melakukan transfusi dan berupaya semaksimal mungkin agar bisa menyelamatkan keduanya. Sayangnya proses kelahiran harus dilakukan secara caesar. Dan ternyata keduanya selamat. Tentunya berkat kuasa yang tak ternilai dari Tuhan.

Sayangnya cerita tak seindah itu. Tiba-tiba sang ayah harus menebus obat luka bakar, tentunya ia terheran-heran karena ia merasa istrinya melahirkan bukan terkena luka bakar. Sang ayah segera melihat keadaan istrinya, dan ternyata kedua kaki istrinya sudah melepuh setelah dikompres air mendidih karena keteledoran suster rumah sakit tersebut.

Obat luka bakar yang digunakan sang ibu membuatnya ia tidak boleh menyusui sang bayi, hal ini membuat sang bayi harus diinfus dalam ruang inkubator. Entah apa yang terjadi, suster memilih menusukan jarum infur di jidat sang bayi, yang akhirnya malah menembus tulang kepala. Membuat kepala sang bayi membengkak dan infeksi. Tubuh mungil bayi mulai berubah, bibir merahnya dan kulitnya menjadi kuning pucat, lukanya makin hari membengkak dan membiru.

Melihat semua ini perasaan sang ibu dan ayah sangat pedih hati. Sang ibu memutuskan mengalah dan berhenti melakukan pengobatan luka bakarnya agar dapat memberikan ASI. Karena pengorbanan sang ibu tadi bayi mungil itu kembali seperti keadaan semula walaupun meninggalkan luka cacat pada dahi sang anak. Sayangnya keadaan luka sang ibu membusuk. Namun dalam waktu yang lama akhirnya pulih juga, walau meninggalkan bekas dikakinya hingga sekarang.

Cerita diatas aadalah kisah kelahiran ku yang tak ku rekayasa. Namun itulah adanya. Aku berterima kasih kepada Tuhan karena memberikan aku orang tua yang penuh rela berkorban mengorbankan segalanya demi diriku. Aku sayang mama dan ayah ku. Luka cacat di dahi ku memang tidak akan hilang, hal itu akan terus menjadi lambang pengorbanan kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar